Selasa, 01 Februari 2011

"Beliau ibu Mertua saya"

Bukan kali pertama aku melihat pandangan orang jadi berubah begitu mendengar jawabanku. Pandangannya jadi terasa aneh dimataku. Mereka melihat dengan penuh tanda tanya dan heran. Kadang juga kutemui pandangan yang haru melihatku. Macam2 sih, tapi yang jelas tatapan mereka jadi berubah. Begitu juga pada perempuan yang pada akhirnya memperkenalkan namanya Heni. Dia menjaga ibunya yang sedang dirawat di rumah sakit ini juga. Dan kebetulan kami sekamar.

“Jadi ibu ini ibu mertua mbak fitri?” tanya mbak Heni dengan memendam heran.
“Iya mbak.”
“Enak ya punya menantu yang baik. Menantu ibu saya mana ada mbak yang mau bantu merawat ibu. Jangankan merawat kaya mbak fitri gini, nengokin ibu di rumahsakit aja nggak ada kelihatan hidungya.”

“hehe… biasa aja mbak. Mertua kan sama dengan orang tua kita. Sudah berapa lama ibunya mbak Heni dirawat disini?” Kucoba mengalihkan perhatian mbak Heni untuk tidak melanjutkan membahas menantu dan mertua.

“Wahh..aku itu yang paling lama dikamar ini mbak. Ibuku kena tumor dikepalanya. Ini rencana mau dioperasi. Tapi masih nunggu dokternya.”

“Biaya operasi sampai berapa mbak..mahal ya?”
“Ibu kan ada Askes mbak, untuk tindakan ga bayar. Tapi alatnya beli sendiri. Ini disuruh nyiapkan uang sekitar 10jt.”
“Walah…yang sabar mbak…”

“Iya mbak..gini ini saudaraku ga mau ikut peduli mbak… ini aku jadinya keluar dari kerjaan untuk merawat ibu,karena kakaku ga mau diminta gentian jaga pagi. Dia mintanya jaga malam. Jadi ya sudah, aku keluar dari kerjaanku.”

Hatiku tersentu mendengar cerita mbak Heni. Padahal dia sudah lama bekerja di perusahaan yang besar dan terkenal gajian karyawannya besar. Sayang dia keluar, dan hebat dia memutuskan disaat ibunya membutuhkan dirinya. Diam2 aku tersenyum salut padanya. ‘Anak yang berbakti’ bisiku dalam hati.

Seorang perempuan menghampiri kami. Dia yang menjaga ibu yang tempat tidurnya dekat jendela. Dengan ramah dia tersenyum pada kami.

“Baru masuk ya mbak, ibunya sakit apa?” tanya perempuan itu padaku
“Iya mbak, Ibu kena Stroke. Kata dokter ini serangan kedua. Tangan dan kaki kiri ibu tidak bisa digerakan.” Jawabku
“Sama dengan ibuku. Tapi ibuku yang sebelah kanan.”

“Mbak Mia, ini lho menantunya. Bukan anaknya sendiri.” Mbak Heni menengahi pembicaraan kami
“Masa sih? Koq kaya anak sendiri ya… ga canggung sama sekali kalau merawat ibunya?”
“Iya, beliau ibu mertua saya” jawabku membenarkan

Lagi-lagi tatapan heran itu kutemukan lagi. Sampai-sampai ganti aku yang merasa heran. Memang kenapa kalau aku merawat mertuaku? Aneh? Apa memang sudah langkah menantu merawat mertua? Apa setiap menantu itu selalu tidak akur dengan mertua? Aneh orang-orang ini… aku ga habis pikir. Aku jadi salah tingkah dan malu sendiri kalau melihat tatapan dan pujian mereka. ‘Biasa aja kaleeee….! Ya Allah, jangan lenakan hatiku dari pujian mahlukMu’ Teriaku dalam hati.

“Satu ruangan ini lho, semua yang jaga anak kandungnya. Sampean aja yang jaga mertua. Beruntung ibu ini punya menantu yang baik.” Lanjut mbak Mia.
Sudah kalang kabut aku mengalihkan perhatian mbak-mbak ini. Koq jadi mbahas menantu dan mertua lagi.

“Hehehe..biasa aja mbak. Adiknya suamiku kerja semua, jadi ibu aku yang jagain. Kalau sore juga adiknya kesini gantian koq”
“Kalau dirumah ibu siapa mbak yang jaga?” mbak Heni ikut bertanya
“Ya aku mbak…dulu aku kerja juga. Karena ibu sakit dan suamiku yang jaga ibu, jadinya aku yang keluar dari kantor ganti jaga ibu. Biar suamiku yang kerja, aku yang dirumah mbak. Hehe… Kadang2 aja sih stress.. karena kebiasaan kerja, bosen dirumah terus”

“Istrinya kakaku mana mau bantu ngerawat ibu. Kakaku sendiri aja kalau kesini cuman ngliatin tok. Ga bantu apa2. Gitu itu yang paling disayang sama ibu. Kemarin aku sampai nangis mbak. Karena waktu ibu nggak ingat, yang disebut itu cuman kakakku yang pertama itu. Sama aku ga ingat. Padalah aku yang ngerawat.” Mbak Mia curhat sambil menggeser duduknya. Kami memang sedang bergerombol diluar kamar, karena kamar sedang dibersihkan oleh petugas rumahsakit.

“Walaahhh….nggak diakuin anak rekk…. Mau bunuh diri ini?” Ledek mbak Heni
“Hwahahaha….” Kami tertawa lepas. Lumayan, ngobrol sama sesama penjaga orang sakit bisa menghilangkan kepenatan.

Selang beberapa saat kemudian kami berhamburan masuk ke kamar. Dokter sebentar lagi keliling memeriksa pasien. Kami masing2 mendampingi ibu kami. Kulihat sekeliling kamar ukuran 6x8mtr bercat warna putih. Ada 8 tempat tidur pasien. Kelas III. Sebenarnya ibu tempatnya di kelas I karena ibu PNS dengan golongan yang lumayan tinggi. Namun kelas I penuh begitu juga kelas II. Jadi terpaksa kami di kamar kelas III.

Tapi tidak apa-apa. Disini lebih banyak teman untuk berbagi cerita. Dikamar ini juga masih ada dua tempat yang masih kosong. Dan memang kebanyakan yang menemani mereka anak sendiri atau suaminya. Bukan menantu. Hanya aku yang menjaga mertua. Tapi aku yakin, diluar sana masih banyak menantu-menantu yang jauh lebih baik dari aku. Dan aku berharap menantu yang baik dengar mertua tidak langkah dijaman sekarang. Biar bila ada orang yang bertanya lagi dan aku jawab bahwa ibu adalah ibu mertuaku, mereka tidak heran dan menatapku dengan pandangan aneh.

1 komentar:

  1. TIPLE RATE - Titanium Rings - TITIAN ART
    TIPLE gr5 titanium RATE. TILE RATE. TIPLE RATE. TILE RATE. gold titanium alloy TILE titanium dioxide formula RATE. TILE RATE. TILE RATE. TILE RATE. TILE RATE. sugarboo extra long digital titanium styler TILE titanium curling wand RATE. TILE RATE. TILE RATE.

    BalasHapus